1-Ramadhan
2-Panggilan Jihad
3-Kasih Ibu
4-Wahai Mawar
5-Hanya Kenangan
6-Iradat Tuhan
7-Renungan Masa
8-Ahbabina
9-Mali Ila Ahadin
Alat musik ini identik dengan nyanyian yang bernafaskan Islam. Dalam mengiringi penyanyi, alat musik ini juga diiringi dengan alat musik lain, seperti marwas untuk memperindah irama nyanyian. Bentuknya yang unik seperti bentuk buah labu siam atau labu air (My) menjadikannya mudah dikenal. Alat musik gambus juga dianggap penting dalam nyanyian Ghazal yang berasal dari Timur Tengah pada masa kesultanan Malaka. Kedatangan pedagang-pedagang Timur Tengah pada zaman Kesultanan Melayu Melaka telah membawa budaya masyarakat mereka dan memperkenalkannya kepada masyarakat di Tanah Melayu.
Ada beberapa jenis gambus yang dapat diperoleh di mana saja, terutama di kawasan tanah Melayu. Jenis-jenis tersebut, seperti gambus yang hanya mempunyai tiga senar dan ada juga gambus yang mempunyai 12 senar. Jumlah senar biasanya terpulang pada yang memainkannya. Selain dimainkan secara solo, alat musik ini dapat juga dimainkan secara berkelompok. Alat musik gambus dapat dimainkan di dalam perkumpulan musik-musik tradisional atau modern. Bila dikolaborasi antara alat-alat musik tradisional dengan modern akan menghasilkan irama yang merdu serta mempunyai keunikan tersendiri.
Cara pembuatan gambus tidak jauh berbeda dengan pembuatan kompang. Perbedaan itu terletak dari segi bentuknya saja. Gambus mempunyai ujung tempat menyetel senar, sementara kompang hanya dibuat bulat, lalu ditutupi dengan kulit sebagai membrannya. Gambus dibuat dari batang pohon dari jenis yang ringan seperti angsana (pterocarpus indicus) atau nibung (oncosperma tigillaria) yang dipilih. Pohon yang sudah ditebang, kemudian dipotong menurut ukuran yang telah tentukan. Selanjutnya pohon itu dilubangi di bagian tengahnya sehingga terbentuk seperti lubang yang dalam. Bagian ini dikenal sebagai bakal.
Bakal diperhalus dengan menggunakan kertas pasir (amplas), sehingga terlihat bersih dan halus. Setelah itu, bakal tersebut diolesi dengan minyak kelapa agar mengkilat. Setelah diolesi, bakal kemudian dijemur. Proses ini dilakukan berulang-ulang sehingga benar-benar kering dan mengkilat seperti yang diinginkan oleh pembuat gambus. Bagian yang berlubang ditutupi dengan kulit binatang. Kulit yang digunakan adalah kulit biawak (varannus rudicollis), ular atau kulit ikan pari. Sebelum kulit binatang dilekatkan, kulit tersebut terlebih dahulu direndam untuk beberapa hari. Tujuannya untuk melunakkan dan memudahkan ketika dipaku. Kulit yang sudah direndam dipaku pada bakal menggunakan paku laduh (My).
Langkah seterusnya ialah memasang penyiput (My). Penyiput adalah tanduk yang ditancapkan di bagian pangkal-atas gambus. Pada sebuah gambus, terdapat empat buah penyiput yang berfungsi untuk menyamakan dan menegangkan senar gambus. Kemudian, senar dipasang dengan cara mengikat hujungnya pada bagian pangkal-atas dan menariknya ke bagian ujung-bawah gambus. Senar tersebut kemudian dipaku. Proses ini terus diulangi hingga semua senar terpasang. Untuk memudahkan pemain memetik senar gambus, sebuah tanduk kerbau digunakan sebagai penyendal atau lebih dikenal sebagai kuda-kuda gambus.
Setelah selesai meletakkan penyendal, pemain gambus dapat memainkannya. Memainkan gambus juga memerlukan cara dan tekniknya. Pemain dapat menggunakan jari atau menggunakan pementing. Biasanya pemain lebih suka memetik gambus dengan menggunakan pementing karena mereka dapat memainkan alat musik tersebut dalam waktu yang agak lama.
Sumber :
1. http://www.karyanet.com.my
2. Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kemasyarakatan Unversitas Riau, Atlas Ensiklopedia Kebudayaan Melayu Riau, (Pekanabaru, Yayasan Bandar Seni Raja Ali Haji, 2005).
3. Melayu Online
4. Sumber Photo: www.zanesville.ohiou.edu
SAMPAI hari ini, Al-Wathan (Tanah Air) satu-satunya orkes irama padang pasir yang paling menonjol di Medan Grup ini pula yang banyak memblat rekaman baik berupa kaset maupun PH. Hampir semua liriknya ditulis oleh Muchlis -- sedang penyanyinya Ummi Nadra, isteri pemimpin orkes tersebut. Remaco juga pernah menggarap rekaman Al-Wathan dan grup ini selama dua tahun sudah pula dikontrak King Musical Industry Coy Kuala Lumpur. Memang PH Al-Wathan lebih banyak beredar di Malaysia.
Awal tahun depan grup ini akan ke sana lagi, setelah dua tahun lalu membawa acara tunggal di MTQ Internasional. Keberangkatan itu atas undangan resmi Menteri Datuk Ashary dan biayanya ditanggung Kementerian Kemajuan Tanah, Galian danT ugas-tugas Khas Malaysia. "Al-Wathan begitu berpengaruh di Malaysia", kata Datuk Ashry yang syairnya berjudul Pejuang Sejati telah disusun lagunya oleh Muchlis dan akan dimasukkan dalam nomor rekaman di sana. "Sejak Al-Wathan bermain selama dua bulan, berkeliling Malaysia, banyak pula para musisi kami yang membentuk orkes meniru Al-Wathan. Dan keadaan itu makin berkembang terus", tambah Datuk Ashry. "Dalam kesempatan akan datang orkes ini akan bertugas juga menghibur para pekerja dan transmigran di beberapa tempat di Malaysia".
Bila Mati Lampu
Grup musik anak Ghazali Hasan ini memang tambah berkembang. Dan tentang kemampuan Muchlis? "Anak ini baik, berbakat", kata Lily Suheiry pimpinan Orkes Studio Medan. "Tetapi ayahnya nampaknya terlalu terburu membesar-besarkannya. Ini bisa berbahaya bagi Muchlis sendiri. Anak ini sebenarnya sekarang dalam keadaan ketakutan. Terlalu cepat diorbit". Apa kata Ghazali Hasan?" "Tetapi Muchlis jua terus belajar. Buktinya ada. Barangkali ia pula satu-satunya pemusik padang pasir yang bisa baca not-balok di Medan. Ada orang bilang belajar not itu tidak perlu. Sebab pemusik yang berpedoman pada not katanya tidak bisa bermain bila mati lampu".
Soalnya tentu bukan hanya mati lampu, tetapi sebelum mati angin. Kritik sudah mulai main bertimbun dilontarkan pada Muchlis Ada yang menganggap musik dan lirik yang diciptakannya datar saja, monoton. Tetapi dalam menyusun intro, pujian juga hebat meskipun rasa curiga juga tidak kurang. Sebab dalam hal irama, lagu-lagu Muchlis ada yang berbau Batak Karo atau beberapa campuran dari musik daerah yang ada. Toh bila untuk itu ia malah bisa membela diri, soal lain -- yakni soal dia tidak mau menyerahkan lagu-lagunya kepada grup lain juga dipergunjingkan. Termasuk juga keengganan Muchlis membawakan lagu orang lain dalam grupnya "Sepatutnya ia mau pula mengajar orkes-orkes lain, yang masih kecil-kecil", tambah Muhaddis, pemimpin orkes El-Suraiya yang mengagumi Muchlis "Sedang lagu-lagu karya Muchlis berat. Sulit dibawakan orkes lain. Alangkah baiknya kalau ia mau turun tangan dan membantu grup-grup yang sedang tumbuh" Munaddis agaknya mewakili fikiran yang menginginkan agar "kemajuan dicapai bersama-sama" Sebaliknya sikap Muchlis itu bukankah menunjukkan semangat persaingan -- yang boleh merupakan tanda bagi orkes gambus di Medan yang sedang memasuki dunia industri?
Sumber : Majalah TEMPO Edisi. 41/IV/14 - 20 Desember 1974